Beberapa minggu ini jagat media sosial baik itu Facebook, Twitter bahkan Youtube ramai dengan cerita horor dengan judul "KKN di Desa Penari" Awalnya cerita tersebut ditulis oleh akun Twitter anonim lalu "dipanaskan" kembali oleh Youtuber besar seperti Raditya Dika dan Nessie Judge. Hal itu semakin viral karena dibagikan oleh bapak dan ibu muda yang masih betah bermain Facebook.
Ada 2 sudut pandang cerita yaitu versi Widya dan Nur. Hal yang menarik ketika Widya dan temannya hendak kembali ke desa penari setelah berbelanja ke kota. Namun ada seorang tukang cilok yang melarang mereka kembali ke desa itu apalagi di saat sore tiba.
Nah hal yang menarik bagaimana sudut pandang cerita versi tukang cilok. Yuk kita berimajinasi liar bagaimana KKN di desa penari versi tukang cilok.
Nama saya Asep Gorbacep, seorang perantau dari tanah pasundan, Jawa barat. Awalnya ke daerah Jawa timur untuk bekerja sebagai kurir pengiriman barang. Tiga bulan pertama menjadi seorang kurir, cukup menyenangkan. Selain sering diberikan tips oleh pelanggan, saya juga merasa seperti pahlawan yang dinantikan.
Raut wajah ibu-ibu terlihat bahagia, ketika saya mengetuk rumahnya. Saat itu saya merasa seperti artis KPOP yang menjadi idola kaum hawa. Pernah ada seorang remaja putri kisaran SMA yang histeris ketika saya mengetuk pintunya, bahkan dia sempat sun tangan. Duh pokoknya betah banget deh jadi kurir.
Namun semua itu berubah 360 derajat, ketika saya mengirimkan paket ke desa yang berada di pelosok hutan. Baru akhir-akhir ini tahu desa itu memiliki julukan desa penari. Paket yang saya harus kirimkan ialah sejumlah kotak besar berisi skin care. Pembelinya membayar dengan cara bayar di tempat, nominalnya lumayan besar sekita 2 jutaan.
Saat itu adzan ashar sudah berkumandang, paket ini adalah paket terakhir yang harus saya kirimkan. Sudah menjadi semacam kebiasaan paket yang paling jauh dikirim terakhir. Hal yang membuat aneh adalah nama penerima paket ini adalah Suketi, mirip nama hantu di film Suzzana dulu. "Ah, tapi masa hantu pesan skin care, kalau mau pesan juga palingan menyan"
Motor supra tua warna hitam saya tunggangi menuju desa penari. Awalnya hanya terdengar suara jangkrik yang mungkin sedang mengobrol dengan temannya, namun ketika sudah masuk lumayan jauh ke hutan terdengar suara gamelan. Bulu kuduk saya mendadak berdiri, motor supra dipacu sampai batas tertinggi kecepatannya.
Suara gamelan sudah tidak terdengar, hati lega. Beberapa menit kemudian terdengar suara tabuhan marching band. Dalam hati
"Masa ada marching band di tengah hutan kaya gini. Kalau manusia rasanya tidak mungkin, kalau hantu juga masa nakut-nakutinnya pakai marching band. Kekinian sekali,"
Rasa takut campur bingung menyeruak dalam kepala. 10 menit setelahnya saya melihat seorang remaja putri memakai baju khas mayoret disertai tongkatnya. Berjalan menghampiri saya.
"Pak, pak berhenti. Bapak tukang paketkan ?"
"Kok tahu ?"
"Karena bapak telah memaketkan hatiku," eh dialognya salah deh.
Dia memanggil saya lalu bertanya.
"Ada paket atas nama Suketi nggak Pak ?"
"Ada nih, kamu anaknya Bu Suketi ?"
"Bukan Pak, Suketi itu nama saya."
"Mana kartu pelajar kamu ?" Saya mengecek apakah benar dia Suketi. Kok berasa aneh masa anak SMA tapi memiliki nama vintage sekali.
"Nih Pak," walah ternyata betul namanya Suketi.
Dia sekaligus memberikan uangnya. Paket itu berpindah tangan lalu memutar balikan motor. Saya tidak sempat bertanya kok dia pakai baju mayoret. Melalu kaca spion, saya melihatnya memain-mainkan tongkat mayoretnya. Yang mengejutkan dilemparkan kedua tongkat menusuk kepalanya hingga jatuh.
Samar-samar saya melihat ada seorang perempuan dewasa lengkap dengan kostum penari serba hijau, mengambil kepala anak perempuan. Kepala anak perempuan diangkatnya. Penari itu tersenyum, seirima dengan senyum kepala buntung milik anak perempuan yang dipegangnya.
Sontak motor saya pacu semaksimal mungkin. Ingin cepat-cepat keluar dari desa itu. Sesampainya di rumah langsung tidur. Besoknya saya mau setor uang hasil pelanggan yang bayar ditempat, tapi uang dari anak perempuan itu berubah jadi daun. Saya mencoba menjelaskan itu semua ke atasan, namun ia tidak percaya dan malah memecat saya dengan alasan penggelapan uang konsumen.
Terpaksa karena tidak ada pekerjaan, saya berjualan cilok di depan sebuah Alfamart. Hingga suatu hari ada dua orang mahasiswa yang katanya mau KKN ke desa penari. Saya berusaha menasehati mereka agar jangan kembali ke sana, terutama menjelang sore hari tapi mereka tetap ngotot.
Apa mau dikata, saya biarkan mereka. Dari kejauhan kok yang tadinya mereka berdua, sekarang malah boncengan berempat. Dua belakang penari dan anak mayoret itu. Mereka menoleh ke saya sambil tersenyum bahagia.
Merinding deh bulu kuduk, itu hantu boncengan berempat seperti cabe-cabean saja. Eh mungkin mayoret itu anaknya si penari.
besok saya buat cerita KKN di Desa Penari Versi Penjual Makaroni daah
ReplyDelete