Sudah tiga hari di Surabaya, tidak ada tujuan yang jelas sebenarnya. Saya ke sini hanya berusaha "menjadikan nyata" lagu ke Bandung Surabaya. Detail perjalanan dari Bandung ke Surabaya akan ditulis secara rinci setelah pulang ke Bandung.
Sesampainya di Surabaya, saya menghubungi teman ODOP (Komunitas Menulis) beliau bernama Cak Heru, penulis genre sejarah bahkan mistis. Bertolak belakang dengan tulisan saya yang lucu-lucuan. Tulisan Cak Heru menyoroti sisi sejarah khususnya sejarah tanah Jawa.
Sesampainya di Surabaya, saya menghubungi teman ODOP (Komunitas Menulis) beliau bernama Cak Heru, penulis genre sejarah bahkan mistis. Bertolak belakang dengan tulisan saya yang lucu-lucuan. Tulisan Cak Heru menyoroti sisi sejarah khususnya sejarah tanah Jawa.
berikut blognya : http://dloverheruwidayanto.blogspot.com/?m=1.
Mas Heru siap menemani saya berkeliling Surabaya ditemani Daeng Rusdi (Teman satu komunitas menulis asal Makassar yang bekerja di Surabaya). Kami menyesuaikan jadwal dan akhirnya ditentukanlah malam hari untuk berkeliling Surabaya, berasa seperti artis duh padahal selama di Surabaya saya hanya makan dan tidur di hotel saja, mager banget karena cuaca siang di kota pahlawan ini hots banget.
Sore menjelang, saya kabari Cak Heru untuk bertemu di Hotel. Kebetulan saat itu dalam posisi pulang menuju hotel karena sebelumnya ke Pantai Kenjeran dulu. Nah momen di pantai Kenjeran akan saya tulis terpisah karena di sana indah banget duh, harus rinci ditulisnya.
Bak anak gadis, saya dijemput Cak Heru dan Daeng Rusdi, bergegas membawa helm. Kebetulan selama di Surabaya saya mengajak adik saya.
1. Masjid dan Makam Sunan Ampel
Kiri ke Kanan (Cak Heru, saya, Daeng Rusdi)
(Karena wilayah makam tidak diperkenankan mengambil foto hanya bisa mengabadikan ini.)
Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Masjid dan makam Sunan Ampel. Menurut penurutan Mas Heru, Sunan Ampel erat kaitannya dengan Kerajaan Majapahit sekaligus Sunan pertama di antara Wali Songo lainnya. Saya hanya ngangguk-ngangguk saja, serasa belajar sejarah dengan versi real. Di Masjid Ampel penuh sesak dengan para penziarah sekalipun sudah menunjukan pukul 9 malam.
Keramaian tidak hanya terpusat di masjid, tetapi jalan menuju masjid juga penuh sesak dengan pedagang, dari yang dagang pernak-pernik hingga berdagang batu akik. Nah selama di sini saya sempat meminum air di dekat makam Sunan Ampel. Air ini sudah sejak lama ada, banyak pengunjung dari luar kota yang memasukan air ke dalam botol.
2. Jalan Hits Tunjungan
Setelah wisata rohani di Masjid dan makam Sunan Ampel, kami menuju tempat terhits di pusat kota Surabaya. Jalan Tunjungan, jalan ini adalah tempat terjadinya peristiwa 10 November yang kita peringati bersama sebagai hari pahlawan. Uniknya jalan ini pula yang sempat viral dengan "bunga sakuranya" beberapa bulan yang lalu.
"Sebenarnya bukan bunga sakura, tepatnya bunga tatebuya," nambah Mas Heru saat itu.
Saya ngangguk lagi, persis anak metal deh yang suka angguk-angguk mulu. Hanya saja saya tidak memakai kalung rantai.
Benar saja jalan Tunjungan indah banget dengan pernak-pernik lampu yang menyala.
3. Hotel Majapahit.
Hotel ini merupakan hotel yang menjadi saksi sejarah di saat perjuangan kemerdekaan di Surabaya. Dulunya hotel ini bernama Hotel Yamato. Hotel yang termasuk jajaran hotel tertua di Indonesia ini menjadi saksi perjuangan pemuda Indonesia melawan Belanda dan sekutu.
Setelah gagalnya perundingan Sudirman, terjadilah "perang" dan momen puncaknya ialah perobekan warna biru dari bendera Belanda sehingga hanya meninggalkan warna merah putih, itulah simbol sang saka Indonesia. Berada di sana seolah menumbuhkan kembali rasa nasionalisme saya. Begitu beratnya merebut kemerdekaan.
4. Arca Joko Dolog
Beranjak dari Hotel Majahapit. Kami memasuki sebuah tempat bernama Arca Joko Dolog. Pertama masuk sudah tercium bau kemenyan dan dupa. Duh hawa-hawanya akan wisata mistis nih. Memang suasana di sini aga menyeramkan karena selain sudah hampir tengah malam. Pohon besar yang merambat disertai arca-arca menambah sensasi berbeda.
Saya bertanya ke Cak Heru, "Joko Dolog itu siapa ? " dengan gesit Cak Heru menjawab. Saya simpulkan saja deh pada tulisan ini
Joko Dolog adalah sebuah patung di kota Surabaya warisan Kerajaan Majapahit. Tapi menurut cerita rakyat daerah Jawa Timur. Joko Dolog merupakan sebuah patung yang konon merupakan penjelmaan dari tubuh Pangeran Jaka Taruna putra adipati Kediri. Menurut cerita, Jaka Taruna ingin mempersunting Purbawati, putri Adipati Jayengrana. Adipati Jayengrana merupakan adipati Surabaya. Tapi Jaka Taruna kalah bertarung melawan Pangeran Situbondo dan juga Jaka Jumput hingga akhirnya berubah menjadi patung.
Selama di sini. saya sok berani mengajak Cak Heru ke rumah Darmo. Lokasi paling seram di Surabaya, Cak Heru menolak katanya kalau ke sana harus full team. Makhluk yang di sana suka keroyokan. Duh berasa anak STM.
5. Makan Santai
(Karena tidak sempat memotret ketika sedang makan ditampilkan foto menunggu makanan)
Tempat terakhir yaitu makan dong, karena sudah berkeliling dari wisata rohani, sejarah bahkan mistis. By the way judulnya 2 pendekar tapi ke mana Daeng Rusdi. Nah Daeng Rusdi posisinya seperti saya hanya angguk-angguk juga mendengar pemaparan Cak Heru. Kami memesan nasi goreng dan es teh jeruk, nikmat banget pokoknya. Terakhir saya dan adik diantar Cak Heru dan Daeng Rusdi kembali ke hotel.
Pokoknya saat itu kami berasa menjadi anak gadis jelita yang pergi dan pulang di antar. Terkhusus untuk Cak Heru dan Daeng Rusdi, terimakasih banget. Penghargaan kota terpopuler di ajang Guangzhou Internasional Award 2018 yang baru di sandang Surabaya ternyata memang dapat dibuktikan, Surabaya sangat memesona di dalam hari.
Mas Heru siap menemani saya berkeliling Surabaya ditemani Daeng Rusdi (Teman satu komunitas menulis asal Makassar yang bekerja di Surabaya). Kami menyesuaikan jadwal dan akhirnya ditentukanlah malam hari untuk berkeliling Surabaya, berasa seperti artis duh padahal selama di Surabaya saya hanya makan dan tidur di hotel saja, mager banget karena cuaca siang di kota pahlawan ini hots banget.
Sore menjelang, saya kabari Cak Heru untuk bertemu di Hotel. Kebetulan saat itu dalam posisi pulang menuju hotel karena sebelumnya ke Pantai Kenjeran dulu. Nah momen di pantai Kenjeran akan saya tulis terpisah karena di sana indah banget duh, harus rinci ditulisnya.
Bak anak gadis, saya dijemput Cak Heru dan Daeng Rusdi, bergegas membawa helm. Kebetulan selama di Surabaya saya mengajak adik saya.
1. Masjid dan Makam Sunan Ampel
Kiri ke Kanan (Cak Heru, saya, Daeng Rusdi)
(Karena wilayah makam tidak diperkenankan mengambil foto hanya bisa mengabadikan ini.)
Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Masjid dan makam Sunan Ampel. Menurut penurutan Mas Heru, Sunan Ampel erat kaitannya dengan Kerajaan Majapahit sekaligus Sunan pertama di antara Wali Songo lainnya. Saya hanya ngangguk-ngangguk saja, serasa belajar sejarah dengan versi real. Di Masjid Ampel penuh sesak dengan para penziarah sekalipun sudah menunjukan pukul 9 malam.
Keramaian tidak hanya terpusat di masjid, tetapi jalan menuju masjid juga penuh sesak dengan pedagang, dari yang dagang pernak-pernik hingga berdagang batu akik. Nah selama di sini saya sempat meminum air di dekat makam Sunan Ampel. Air ini sudah sejak lama ada, banyak pengunjung dari luar kota yang memasukan air ke dalam botol.
2. Jalan Hits Tunjungan
Setelah wisata rohani di Masjid dan makam Sunan Ampel, kami menuju tempat terhits di pusat kota Surabaya. Jalan Tunjungan, jalan ini adalah tempat terjadinya peristiwa 10 November yang kita peringati bersama sebagai hari pahlawan. Uniknya jalan ini pula yang sempat viral dengan "bunga sakuranya" beberapa bulan yang lalu.
"Sebenarnya bukan bunga sakura, tepatnya bunga tatebuya," nambah Mas Heru saat itu.
Saya ngangguk lagi, persis anak metal deh yang suka angguk-angguk mulu. Hanya saja saya tidak memakai kalung rantai.
Benar saja jalan Tunjungan indah banget dengan pernak-pernik lampu yang menyala.
3. Hotel Majapahit.
Hotel ini merupakan hotel yang menjadi saksi sejarah di saat perjuangan kemerdekaan di Surabaya. Dulunya hotel ini bernama Hotel Yamato. Hotel yang termasuk jajaran hotel tertua di Indonesia ini menjadi saksi perjuangan pemuda Indonesia melawan Belanda dan sekutu.
Setelah gagalnya perundingan Sudirman, terjadilah "perang" dan momen puncaknya ialah perobekan warna biru dari bendera Belanda sehingga hanya meninggalkan warna merah putih, itulah simbol sang saka Indonesia. Berada di sana seolah menumbuhkan kembali rasa nasionalisme saya. Begitu beratnya merebut kemerdekaan.
4. Arca Joko Dolog
Beranjak dari Hotel Majahapit. Kami memasuki sebuah tempat bernama Arca Joko Dolog. Pertama masuk sudah tercium bau kemenyan dan dupa. Duh hawa-hawanya akan wisata mistis nih. Memang suasana di sini aga menyeramkan karena selain sudah hampir tengah malam. Pohon besar yang merambat disertai arca-arca menambah sensasi berbeda.
Saya bertanya ke Cak Heru, "Joko Dolog itu siapa ? " dengan gesit Cak Heru menjawab. Saya simpulkan saja deh pada tulisan ini
Joko Dolog adalah sebuah patung di kota Surabaya warisan Kerajaan Majapahit. Tapi menurut cerita rakyat daerah Jawa Timur. Joko Dolog merupakan sebuah patung yang konon merupakan penjelmaan dari tubuh Pangeran Jaka Taruna putra adipati Kediri. Menurut cerita, Jaka Taruna ingin mempersunting Purbawati, putri Adipati Jayengrana. Adipati Jayengrana merupakan adipati Surabaya. Tapi Jaka Taruna kalah bertarung melawan Pangeran Situbondo dan juga Jaka Jumput hingga akhirnya berubah menjadi patung.
Selama di sini. saya sok berani mengajak Cak Heru ke rumah Darmo. Lokasi paling seram di Surabaya, Cak Heru menolak katanya kalau ke sana harus full team. Makhluk yang di sana suka keroyokan. Duh berasa anak STM.
5. Makan Santai
(Karena tidak sempat memotret ketika sedang makan ditampilkan foto menunggu makanan)
Tempat terakhir yaitu makan dong, karena sudah berkeliling dari wisata rohani, sejarah bahkan mistis. By the way judulnya 2 pendekar tapi ke mana Daeng Rusdi. Nah Daeng Rusdi posisinya seperti saya hanya angguk-angguk juga mendengar pemaparan Cak Heru. Kami memesan nasi goreng dan es teh jeruk, nikmat banget pokoknya. Terakhir saya dan adik diantar Cak Heru dan Daeng Rusdi kembali ke hotel.
Pokoknya saat itu kami berasa menjadi anak gadis jelita yang pergi dan pulang di antar. Terkhusus untuk Cak Heru dan Daeng Rusdi, terimakasih banget. Penghargaan kota terpopuler di ajang Guangzhou Internasional Award 2018 yang baru di sandang Surabaya ternyata memang dapat dibuktikan, Surabaya sangat memesona di dalam hari.
Ihh serunyaaa pengen juga kesaana euy..
ReplyDeleteWah sering ke Surabaya tpi aku gak pernah ke Arca Joko Dolog. Kapan-kapan bisa dicoba ini..hehe
ReplyDeleteJalan-jalan yang bisa jadi tulisan. Kereen dech, Aa. Semoga bisa ke Jatim lagi.
ReplyDeleteYeaahhh, seru kayaknya. Tapi rada serem pasti yah?
ReplyDeleteJadi kangen ke Surabaya lagi. Tiga hari kurang As. Belum sampai ke Suromadu kan? Hehehehe..meski panasnya lebih-lebih dari Jakarta. Tapi Surabaya itu nganenin loh.
ReplyDeletebegitulah
ReplyDeletebegitulah
ReplyDeleteJokodolog itu perwujudan dari prabu Kertanegara raja terakhir Singosari, sebelum era nya Majapahit.
ReplyDeletedi bawahnya tertulis prasasti wurare.
Bukan penjelmaan jaka taruna,
Hehehehe coba tanya orang orang yg ada di sana.
Biar sumbenya lebih jelas sejarah nya.
Napak tilas jaka taruna ada sendiri di belakang hotel bumi Surabaya.