Sepuluh orang terpilih di tempatkan di pulau terpencil. Mereka semua ahli beladiri yang diculik dari seluruh dunia. tiga dari sepuluh orang itu adalah sahabat satu perguruan. Witsu, seorang pria yang memiliki fisik dan otak yang kuat. Dia paling jago dalam strategi meski terkadang egois. Anna, perempuan cantik yang ahli pedang. Dia tidak suka memakai keahliannya untuk menyerang orang lain. San, dari kedua temannya dia paling mahir dalam urusan beladiri, dia merupakan sosok pemimpin yang rela berkorban demi orang lain. Satu rahasia yang dia simpan sendiri, San menyukai Anna.
Sepuluh orang ahli beladiri itu ditempatkan di sudut yang berbeda-beda. Awalnya mereka heran kenapa tetiba ada dipulau itu namun keheranan mereka menghilang terjawab oleh suara yang orangnya kasat mata.
"Selamat datang sepuluh ahli beladiri terkuat. Saya Jong, penikmat pertarungan bebas. Saya culik kalian semua ke sini dengan cara yang sulit kalian pahami. Hanya tiga orang yang dapat lolos dan sisanya harus mati. Kalian tahu apa yang harus dilakukan. Hanya orang paling kuat yang akan bertahan."
Seminggu setelah suara misterius itu menggema. Tiga serangkai sudah membunuh lima orang pendekar. Witsu yang paling sadis. Dia membunuh tanpa perasaan sedangkan San masih tak tega menggunakan kemampuan beladirinya untuk membunuh manusia. Jangan ditanya tentang Anna, setiap melihat darah dia gemetar. Sekalipun seorang ahli beladiri Anna tak kuat menghunuskan pedangnya untuk membunuh.
"Hahaha, sisa dua orang lagi," Witsu tertawa sembari mengelap darah di wajahnya.
"Adakah cara lain untuk keluar dari sini selain membunuh ?" Dengan badan yang masih gemetar Anna bertanya.
"Aku sudah mengamati keadaan pulau ini. Tidak ada cara lain selain mengikuti perintah dia." Anna semakin gemetar, dia menyandarkan tubuhnya ke badan San.
"Tenang An, kita akan selamat," San berbisik ke Anna.
Baru beberapa menit istirahat. Dua pendekar berbadan besar menghampiri mereka. Witsu bergerak cepat menendang pria botak berotot. Tendang Witsu hanya membuat pria botak itu bergeser satu senti.
Sekarang giliran San yang maju. Dia berlari kemudian menghunuskan pedang ke arah Pria gondrong berbadan kekar. Pedangnya hanya menggores pria gondrong itu.
Di sisi lain Witsu terdesak, dia terpental setelah menerima pukulan pria botak. Dia mengerang kesakitan. Pandangan San teralihkan melihat Wistu dalam bahaya. Tanpa diduga pria gondrong menendang San hingga keadaannya tak lebih baik dari Witsu. Anna mengumpulkan keberanian, dia berlari membawa pedang andalannya mengarahkan ke pria gondrong. Serangan Anna sangat mudah dipatahkan.
Leher Anna dicekik oleh pria gondrong itu.
"Ah, tenang saja kami tidak akan membunuh perempuan cantik sepertimu. Kedua orang temanmu yang akan kami bunuh,"Sembari membelai pipi Anna.
San yang melihat itu semua seperti orang kesetanan. Dia memegang pedang lalu beberapa menit kemudian kedua pria itu sudah menjadi mayat. Dia memeluk Anna yang sangat ketakutan.
"Tenang An, aku di sini," Anna tidak menjawab. Dia kehilangan tenaga bahkan untuk bersuara.
Suara misterius kembali menggema.
"Pertunjukan yang menarik sekali San, aku terhibur," San berharap ini semua telah berakhir karena tinggal mereka bertigalah yang masih hidup. Sesuai dengan perjanjian mereka akan selamat.
"Peraturannya diubah, hanya dua orang terkuat yang bisa selamat," suara berdurasi singkat itu membuyarkan harapan San. Keadaan bak pisau bermata dua. San harus membunuh salah satu temannya.
Witsu melemparkan pisau kecil ke arah Anna, tetapi berkat bantuan San pisau itu hanya melukai pelipis tangannnya.
"Witsu, apa yang kamu lakukan," San geram dengan perbuatan sahabatnya.
"Perempuan itu tak berguna, hanya jadi beban saja." San tersinggung dengan perkataan Witsu. Beberapa menit setelah itu Witsu tak bernyawa lagi.
San memeluk Anna yang sangat ketakutan. Dia berjanji akan melindungi Anna hingga titik darah penghabisan. Dia memberi semangat Anna agar mampu bertahan. Secara fisik keadaan Anna memang baik tetapi secara mental dia sangat terluka. Bayang-Bayang kematian selalu hadir di kepala Anna.
Sembilan bulan semenjak kejadian Witsu. Mereka masih dalam keadaan sehat bahkan Anna terlihat mengandung seorang bayi. Entah kenapa mereka belum bisa keluar dari pulau tersebut, tetapi bagi San itu lebih baik. Berada berdua dengan Anna lebih dari cukup.
"Terharu dengan kisah cinta kalian, tapi sayang untuk sekarang hanya satu orang yang boleh hidup. Kalian tahu apa yang harus dilakukan," Suara itu dengan lancang merusak semua kebahagiaan San dan Anna.
Anna tentu saja kembali gemetar setelah mendengar suara itu. San berulang kali berkata akan mencari sumber suara itu dan keluar dari pulau ini. San memeluk Anna dan juga calon anaknya, tetapi pelukan itu menjadi pelukan terakhir bagi San. Tetiba tangan Anna bergerak sendiri menghunuskan pisau ke perut San.
San tersenyum lalu berkata
"Itulah yang aku inginkan, aku sudah berjanji melindungimu hingga titik darah penghabisan. Rasanya inilah darah terakhirku. Rindu ini kita tuntaskan di Surga An, Aku tunggu kamu dan anak kita di sana," Anna terisak tak sadar dengan apa yang dia lakukan.
Sepuluh orang ahli beladiri itu ditempatkan di sudut yang berbeda-beda. Awalnya mereka heran kenapa tetiba ada dipulau itu namun keheranan mereka menghilang terjawab oleh suara yang orangnya kasat mata.
"Selamat datang sepuluh ahli beladiri terkuat. Saya Jong, penikmat pertarungan bebas. Saya culik kalian semua ke sini dengan cara yang sulit kalian pahami. Hanya tiga orang yang dapat lolos dan sisanya harus mati. Kalian tahu apa yang harus dilakukan. Hanya orang paling kuat yang akan bertahan."
Seminggu setelah suara misterius itu menggema. Tiga serangkai sudah membunuh lima orang pendekar. Witsu yang paling sadis. Dia membunuh tanpa perasaan sedangkan San masih tak tega menggunakan kemampuan beladirinya untuk membunuh manusia. Jangan ditanya tentang Anna, setiap melihat darah dia gemetar. Sekalipun seorang ahli beladiri Anna tak kuat menghunuskan pedangnya untuk membunuh.
"Hahaha, sisa dua orang lagi," Witsu tertawa sembari mengelap darah di wajahnya.
"Adakah cara lain untuk keluar dari sini selain membunuh ?" Dengan badan yang masih gemetar Anna bertanya.
"Aku sudah mengamati keadaan pulau ini. Tidak ada cara lain selain mengikuti perintah dia." Anna semakin gemetar, dia menyandarkan tubuhnya ke badan San.
"Tenang An, kita akan selamat," San berbisik ke Anna.
Baru beberapa menit istirahat. Dua pendekar berbadan besar menghampiri mereka. Witsu bergerak cepat menendang pria botak berotot. Tendang Witsu hanya membuat pria botak itu bergeser satu senti.
Sekarang giliran San yang maju. Dia berlari kemudian menghunuskan pedang ke arah Pria gondrong berbadan kekar. Pedangnya hanya menggores pria gondrong itu.
Di sisi lain Witsu terdesak, dia terpental setelah menerima pukulan pria botak. Dia mengerang kesakitan. Pandangan San teralihkan melihat Wistu dalam bahaya. Tanpa diduga pria gondrong menendang San hingga keadaannya tak lebih baik dari Witsu. Anna mengumpulkan keberanian, dia berlari membawa pedang andalannya mengarahkan ke pria gondrong. Serangan Anna sangat mudah dipatahkan.
Leher Anna dicekik oleh pria gondrong itu.
"Ah, tenang saja kami tidak akan membunuh perempuan cantik sepertimu. Kedua orang temanmu yang akan kami bunuh,"Sembari membelai pipi Anna.
San yang melihat itu semua seperti orang kesetanan. Dia memegang pedang lalu beberapa menit kemudian kedua pria itu sudah menjadi mayat. Dia memeluk Anna yang sangat ketakutan.
"Tenang An, aku di sini," Anna tidak menjawab. Dia kehilangan tenaga bahkan untuk bersuara.
Suara misterius kembali menggema.
"Pertunjukan yang menarik sekali San, aku terhibur," San berharap ini semua telah berakhir karena tinggal mereka bertigalah yang masih hidup. Sesuai dengan perjanjian mereka akan selamat.
"Peraturannya diubah, hanya dua orang terkuat yang bisa selamat," suara berdurasi singkat itu membuyarkan harapan San. Keadaan bak pisau bermata dua. San harus membunuh salah satu temannya.
Witsu melemparkan pisau kecil ke arah Anna, tetapi berkat bantuan San pisau itu hanya melukai pelipis tangannnya.
"Witsu, apa yang kamu lakukan," San geram dengan perbuatan sahabatnya.
"Perempuan itu tak berguna, hanya jadi beban saja." San tersinggung dengan perkataan Witsu. Beberapa menit setelah itu Witsu tak bernyawa lagi.
San memeluk Anna yang sangat ketakutan. Dia berjanji akan melindungi Anna hingga titik darah penghabisan. Dia memberi semangat Anna agar mampu bertahan. Secara fisik keadaan Anna memang baik tetapi secara mental dia sangat terluka. Bayang-Bayang kematian selalu hadir di kepala Anna.
Sembilan bulan semenjak kejadian Witsu. Mereka masih dalam keadaan sehat bahkan Anna terlihat mengandung seorang bayi. Entah kenapa mereka belum bisa keluar dari pulau tersebut, tetapi bagi San itu lebih baik. Berada berdua dengan Anna lebih dari cukup.
"Terharu dengan kisah cinta kalian, tapi sayang untuk sekarang hanya satu orang yang boleh hidup. Kalian tahu apa yang harus dilakukan," Suara itu dengan lancang merusak semua kebahagiaan San dan Anna.
Anna tentu saja kembali gemetar setelah mendengar suara itu. San berulang kali berkata akan mencari sumber suara itu dan keluar dari pulau ini. San memeluk Anna dan juga calon anaknya, tetapi pelukan itu menjadi pelukan terakhir bagi San. Tetiba tangan Anna bergerak sendiri menghunuskan pisau ke perut San.
San tersenyum lalu berkata
"Itulah yang aku inginkan, aku sudah berjanji melindungimu hingga titik darah penghabisan. Rasanya inilah darah terakhirku. Rindu ini kita tuntaskan di Surga An, Aku tunggu kamu dan anak kita di sana," Anna terisak tak sadar dengan apa yang dia lakukan.
Jadi inget akatsuki d naruto ahahaha
ReplyDeleteKeren kagil idemum.
Hoo keren imaginasinya...
ReplyDeleteBaru ini tulisan yg nggak gokil ya
Hoo keren imaginasinya...
ReplyDeleteBaru ini tulisan yg nggak gokil ya
Sebentar ini endingnya hikmahnya apa ya. Agak lola saya
ReplyDeleteSebentar ini endingnya hikmahnya apa ya. Agak lola saya
ReplyDeleteSebentar ini endingnya hikmahnya apa ya. Agak lola saya
ReplyDelete