Boleh curhat dikit dong ? hari ini aku seminar jurnal hasil penelitian. Namanya keren yah ? padahal memadatkan skripsi menjadi 6 halaman berbentuk jurnal itu tidaklah mudah, setidaknya bagiku. Perlu berulang kali membaca, menulis, membaca lagi, menulis lagi hingga pada akhirnya tertidur di hadapan laptop.
Skripisku sebenarnya sederhana hanya membahas pembelajaran menulis puisi dengan pendekatan SAVI.
"Lang, kamu nggak normal yah ?"
"Normal kok, kenapa gitu ? "
"Masa kamu ngedeketin SAVI."
SAVI di sini bukan sapi yang dagingnya sering kita konsumsi. Pendekatan SAVI merupakan akronim dari Somatis (Bergerak), Auditori (Mendengarkan/menyimak), Visual (Melihat) Intelektual (Keilmuaan/Kecerdasaan). Pendekatan SAVI ini merupakan konsep dari Accelerated Learning yang dikemukakan Dave Meirer.
Percaya atau tidak puisi dari Prof Sapardi "Aku Ingin" merupakan hasil penerapan SAVI yang dilakukan beliau (Kalau ngga percaya dijewer loh). Proses kreatif puisi yang selalu dikutip anak muda itu adalah hasil melihat dan mendengar kegiatan Ibunya Prof Sapardi yang sedang memasak air di tungku, lalu diolah oleh intelektual beliau menjadi puisi melegenda, melegenda hingga sering dikutip dalam undangan pernikahan. Kalau yang mau tahu puisi "Aku ingin" cari aja di google, lumayan nambah kosakata gombalan.
Pendekatan SAVI sebenarnya tidak selalu menerapkan pembelajaran di kelas . Bahkan konsep somatis mengharuskan siswa untuk keluar kelas mencari pendamping hidup, eh salah maksudnya mencari potongan diksi hasil proses melihat dan mendengar lalu diolahnya dengan kemampuan intelektual.
Setelah menerapkan pendekatan SAVI hasilnya keren. Kalau kata Ariel Noah "Kalian biasa di luar." eh maksudnya luar biasa. Pada tes awal rerata nilai siswa hanya 65,28 dalam artian masih di bawah batas ketuntasan minimal (Asal jangan di bawah garis kejombloan aja, ngeri dengarnya), tetapi setelah diterapkan pendekatan SAVI nilai mereka melonjak tajam persis seperti tarif listrik (eh malah curhat) dalam tes akhir rata-rata nilainya menjadi 87,76. Duh kerennya mereka.
Tak hanya satu instrumen tes saja yang aku ujikan tetapi ada tiga, kenapa tiga ? karena aku suka ganjil hahaha. Eh engga deh biar keren aja haha. Instrumen pertama lembar observasi guru dan siswa. Jadi waktu aku mengajar diamati oleh guru lain (Observer) apakah pendekatan SAVI yang aku ajarkan sudah sesuai atau tidak. Eh ternyata 93 % dari lembar observasi menyatakan sesuai. Duh senangnya. Instrumen yang kedua nilai tes. Nah di sini aku hitung dengan SPSS 22 (Gaya yah padahal ngga ngerti apa itu SPSS)
Ketika diuji dengan pengujian normalitas, ternyata dataku ngga normal, untung datanya aja yang ngga normal, orangnya engga. Kenapa ngga normal ? karena sampelnya kurang dari 30 jadi menurut teori dari penulis yang bukunya tebel banget sehingga sudah bertahun-tahun ngga pernah dibaca sampai tamat(duh malah curhat) data ini harus dihitung dengan cara non parametik melalui Mann Whitney (keren banget namanya) eh setelah diuji Signya 0,03 itu berarti positif hamil. Eh maksudnya positif ada perubahan nilai yang lumayan signifikan.
Pokoknya keren banget nih teori SAVI dari Eyang Dave Meirer, anak-anak tetiba jadi sastrawan semua, padahal gurunya saja masih ngasal nulisnya haha. Instrumen yang ketiga itu angket. Inget yah angket bukan angkut apalagi angkot beda wujudnya. Data angket yang sudah diolah menunjukan bahwa lebih 90% siswa menyatakan lebih mudah menggunakan pendekatan SAVI untuk menulis puisi. Ah, andai 90 % siswa menjawab lebih mudah move on dari mantan pasti bahagia deh. Hihi.
Tulisan ini sekadar tulisan ngasal tanpa memperhatikan EBI dan keturunannya. Tulisan ini hanya sekadar pengikat makna agar nanti tidak lupa ketika presentasi hasil Penelitian. Syukur-syukur ada yang baca lalu komen di bawah. Haha.
Skripisku sebenarnya sederhana hanya membahas pembelajaran menulis puisi dengan pendekatan SAVI.
"Lang, kamu nggak normal yah ?"
"Normal kok, kenapa gitu ? "
"Masa kamu ngedeketin SAVI."
SAVI di sini bukan sapi yang dagingnya sering kita konsumsi. Pendekatan SAVI merupakan akronim dari Somatis (Bergerak), Auditori (Mendengarkan/menyimak), Visual (Melihat) Intelektual (Keilmuaan/Kecerdasaan). Pendekatan SAVI ini merupakan konsep dari Accelerated Learning yang dikemukakan Dave Meirer.
Percaya atau tidak puisi dari Prof Sapardi "Aku Ingin" merupakan hasil penerapan SAVI yang dilakukan beliau (Kalau ngga percaya dijewer loh). Proses kreatif puisi yang selalu dikutip anak muda itu adalah hasil melihat dan mendengar kegiatan Ibunya Prof Sapardi yang sedang memasak air di tungku, lalu diolah oleh intelektual beliau menjadi puisi melegenda, melegenda hingga sering dikutip dalam undangan pernikahan. Kalau yang mau tahu puisi "Aku ingin" cari aja di google, lumayan nambah kosakata gombalan.
Pendekatan SAVI sebenarnya tidak selalu menerapkan pembelajaran di kelas . Bahkan konsep somatis mengharuskan siswa untuk keluar kelas mencari pendamping hidup, eh salah maksudnya mencari potongan diksi hasil proses melihat dan mendengar lalu diolahnya dengan kemampuan intelektual.
Setelah menerapkan pendekatan SAVI hasilnya keren. Kalau kata Ariel Noah "Kalian biasa di luar." eh maksudnya luar biasa. Pada tes awal rerata nilai siswa hanya 65,28 dalam artian masih di bawah batas ketuntasan minimal (Asal jangan di bawah garis kejombloan aja, ngeri dengarnya), tetapi setelah diterapkan pendekatan SAVI nilai mereka melonjak tajam persis seperti tarif listrik (eh malah curhat) dalam tes akhir rata-rata nilainya menjadi 87,76. Duh kerennya mereka.
Tak hanya satu instrumen tes saja yang aku ujikan tetapi ada tiga, kenapa tiga ? karena aku suka ganjil hahaha. Eh engga deh biar keren aja haha. Instrumen pertama lembar observasi guru dan siswa. Jadi waktu aku mengajar diamati oleh guru lain (Observer) apakah pendekatan SAVI yang aku ajarkan sudah sesuai atau tidak. Eh ternyata 93 % dari lembar observasi menyatakan sesuai. Duh senangnya. Instrumen yang kedua nilai tes. Nah di sini aku hitung dengan SPSS 22 (Gaya yah padahal ngga ngerti apa itu SPSS)
Ketika diuji dengan pengujian normalitas, ternyata dataku ngga normal, untung datanya aja yang ngga normal, orangnya engga. Kenapa ngga normal ? karena sampelnya kurang dari 30 jadi menurut teori dari penulis yang bukunya tebel banget sehingga sudah bertahun-tahun ngga pernah dibaca sampai tamat(duh malah curhat) data ini harus dihitung dengan cara non parametik melalui Mann Whitney (keren banget namanya) eh setelah diuji Signya 0,03 itu berarti positif hamil. Eh maksudnya positif ada perubahan nilai yang lumayan signifikan.
Pokoknya keren banget nih teori SAVI dari Eyang Dave Meirer, anak-anak tetiba jadi sastrawan semua, padahal gurunya saja masih ngasal nulisnya haha. Instrumen yang ketiga itu angket. Inget yah angket bukan angkut apalagi angkot beda wujudnya. Data angket yang sudah diolah menunjukan bahwa lebih 90% siswa menyatakan lebih mudah menggunakan pendekatan SAVI untuk menulis puisi. Ah, andai 90 % siswa menjawab lebih mudah move on dari mantan pasti bahagia deh. Hihi.
Tulisan ini sekadar tulisan ngasal tanpa memperhatikan EBI dan keturunannya. Tulisan ini hanya sekadar pengikat makna agar nanti tidak lupa ketika presentasi hasil Penelitian. Syukur-syukur ada yang baca lalu komen di bawah. Haha.
Semangaatt... Semangaatt Aa yg seminar jurnal hari ini :)
ReplyDeleteWah bagus banget nih metodenya. Keren juga namanya
ReplyDelete