Kepingan Rasa sebelumnya di sini
Sudah setahun semenjak diri ini terbaring di rumah sakit. Sekarang sudah sembuh total, aku sudah bisa berlari bahkan sudah sedikit tertarik matematika. Ngga nyambung yah dari berlari hingga matematika. Sebenarnya ada benang merah antara keduanya. Selama di rumah sakit, Cili menekankanku harus lebih giat belajar matematika. Dia kaget dengan kemampuanku berhitung masih setara anak SD. Aku berkilah lupa ingatan setelah tabrakan itu, Romeo menimpali bahwa semua itu dusta. Katanya aku dan dirinya sudah dari dulu kurang ahli dalam berhitung. Cili cemberut galak, eh cemberut imut deh.
"Romeo, Sin 30 berapa ?"Cili mengajukan pertanyaan.
"Eh sin itu apa ?" Cili menatap tajam ke arah Romeo selama beberapa detik, lalu mengarahkan tatapan itu ke arahku.
"Gilang, sin 30 berapa ?" Masih menatap tajam.
"Kalau sekarang sih 5000 kalau hari senin harga naik deh." Cili menjewarku persis seperti apa yang dilakukan mamah.
Ketika Cili menjewer, aku pura-pura pingsan beberapa detik. Dia terlihat khawatir, sedetik kemudian aku tertawa bersama Romeo. Cili memang terlampau panik menyikapi suatu hal. Dia cemberut lalu mengancam pensiun mengajari aku dan Romeo. Sekarang giliran aku dan Romeo yang panik, kalau Cili pensiun dapat dipastikan kami berdua tidak naik kelas. Melihat kepanikan kami, Cili tertawa kecil. Ternyata dia juga bisa jahil.
Kenangan itu sudah tertinggal setahun di belakang. Aku dan Romeo akhirnya naik ke kelas tiga dengan nilai yang pas-pasan. Wajar saja selama satu semester hanya bermain, tetapi yang membanggakan nilai matematika kami berdua tidak berwarna merah. Romeo girang melihat angka 70 untuk matematika. Biasanya selalu berkisar 30 atau 40 saja. Semenjak itu dia terlampau mencintai matematika, gorengan pun panjangnya dihitung dengan rumus bangun ruang.
Sekarang kami tinggal menunggu beberapa hal saja. Menunggu pengumuman tes perguruan tinggi melaui jaluran undangan dan menunggu ujian nasional. Satu hal yang ditunggu hari akan terjawab,pengumuman seleksi perguruan tinggi. Aku sudah tahu hasil yang kudapat tinggal menanyakan hasil yang Cili dapat. Warna hijau sudah aku tekan menunggu Cili menjawab.
"Assalamualaikum Gilang," Suara lembut menyapa.
"Eh harusnya aku yang bilang gitu kan aku yang nelpon," Aku protes.
"Biarin aja, kamu mau tanya aku lolos atau engga yah ? Aku lolos dong. Kamu Lang ?"
"Aku engga," Suasana tetiba menjadi hening.
Sudah setahun semenjak diri ini terbaring di rumah sakit. Sekarang sudah sembuh total, aku sudah bisa berlari bahkan sudah sedikit tertarik matematika. Ngga nyambung yah dari berlari hingga matematika. Sebenarnya ada benang merah antara keduanya. Selama di rumah sakit, Cili menekankanku harus lebih giat belajar matematika. Dia kaget dengan kemampuanku berhitung masih setara anak SD. Aku berkilah lupa ingatan setelah tabrakan itu, Romeo menimpali bahwa semua itu dusta. Katanya aku dan dirinya sudah dari dulu kurang ahli dalam berhitung. Cili cemberut galak, eh cemberut imut deh.
"Romeo, Sin 30 berapa ?"Cili mengajukan pertanyaan.
"Eh sin itu apa ?" Cili menatap tajam ke arah Romeo selama beberapa detik, lalu mengarahkan tatapan itu ke arahku.
"Gilang, sin 30 berapa ?" Masih menatap tajam.
"Kalau sekarang sih 5000 kalau hari senin harga naik deh." Cili menjewarku persis seperti apa yang dilakukan mamah.
Ketika Cili menjewer, aku pura-pura pingsan beberapa detik. Dia terlihat khawatir, sedetik kemudian aku tertawa bersama Romeo. Cili memang terlampau panik menyikapi suatu hal. Dia cemberut lalu mengancam pensiun mengajari aku dan Romeo. Sekarang giliran aku dan Romeo yang panik, kalau Cili pensiun dapat dipastikan kami berdua tidak naik kelas. Melihat kepanikan kami, Cili tertawa kecil. Ternyata dia juga bisa jahil.
Kenangan itu sudah tertinggal setahun di belakang. Aku dan Romeo akhirnya naik ke kelas tiga dengan nilai yang pas-pasan. Wajar saja selama satu semester hanya bermain, tetapi yang membanggakan nilai matematika kami berdua tidak berwarna merah. Romeo girang melihat angka 70 untuk matematika. Biasanya selalu berkisar 30 atau 40 saja. Semenjak itu dia terlampau mencintai matematika, gorengan pun panjangnya dihitung dengan rumus bangun ruang.
Sekarang kami tinggal menunggu beberapa hal saja. Menunggu pengumuman tes perguruan tinggi melaui jaluran undangan dan menunggu ujian nasional. Satu hal yang ditunggu hari akan terjawab,pengumuman seleksi perguruan tinggi. Aku sudah tahu hasil yang kudapat tinggal menanyakan hasil yang Cili dapat. Warna hijau sudah aku tekan menunggu Cili menjawab.
"Assalamualaikum Gilang," Suara lembut menyapa.
"Eh harusnya aku yang bilang gitu kan aku yang nelpon," Aku protes.
"Biarin aja, kamu mau tanya aku lolos atau engga yah ? Aku lolos dong. Kamu Lang ?"
"Aku engga," Suasana tetiba menjadi hening.
Udah bagus lulus, hhoo...
ReplyDelete