Kepingan sebelumnya baca di sini
Aku berada di dua gerbang ekstra besar. Gerbang itu terbuat dari marmer yang sangat berkilau. Aku sampai harus menutup mata saking begitu bercahayanya pintu itu. Perlahan pintu itu terbuka, orang-orang di sekitarku berebutan untuk memasukinya. Pakaian mereka sama, serba putih. Satu hal yang membedakan raut wajahnya. Ada seseorang dengan raut wajah sangat sedih, ada orang lain dengan wajah sangat bahagia.
Orang-orang masih berebut memasuki pintu itu, sementara aku kebingungan. Ini tempat apa ? konser musik islami ? tapi tidak ada baliho. Yang ada hanya lantai putih, atap putih dan segala hal serba putih. Akhirnya rasa penasaran mendorongku melangkahkan kaki ke arah pintu. Dua langkah lagi rasa penasaranku akan segera hilang. Sekarang satu langkah lebih dekat.
Tiba-tiba dari belakang suara seseorang yang sangat kukenal memanggilku. Dia berada di belakang sambil melambaikan tangan.
"Gilang, Gilang jangan ke sana."
Aku masih heran dengan maksudnya. Samar-samar aku mengamati wajah itu, ternyata Cili. Bukankah dia masih marah dengan sikapku ?
"Kenapa jangan ke sana," aku menunjuk pintu putih berkilau itu.
"Aku kangen kamu, jadi kamu ke sini aja Lang," Cili tersenyum ke arahku.
Tentu saja aku berlari laksana chetaah, mendekati Cili dengan begitu semangat. Cili melebarkan kedua tangan memasang posisi untuk memeluk. Aku semakin mempercepat laju lari, ingin segera menyambut pelukan Cili. Hanya berjarak satu langkah tiba-tiba saja aku tersandung sesuatu dan semuanya berubah.
Tak ada pintu berkilau, tak ada juga lantai berwarna putih, yang ada hanya wajah sendu mamah. Aku mendengar mamah berbicara sesuatu hal, di sampingnya ada sosok Romeo yang memamerkan wajah yang tak jauh berbeda dengan mamah. Di belakang Romeo, seseorang berpakaian putih abu sedang terisak-isak.
Aku berada di dua gerbang ekstra besar. Gerbang itu terbuat dari marmer yang sangat berkilau. Aku sampai harus menutup mata saking begitu bercahayanya pintu itu. Perlahan pintu itu terbuka, orang-orang di sekitarku berebutan untuk memasukinya. Pakaian mereka sama, serba putih. Satu hal yang membedakan raut wajahnya. Ada seseorang dengan raut wajah sangat sedih, ada orang lain dengan wajah sangat bahagia.
Orang-orang masih berebut memasuki pintu itu, sementara aku kebingungan. Ini tempat apa ? konser musik islami ? tapi tidak ada baliho. Yang ada hanya lantai putih, atap putih dan segala hal serba putih. Akhirnya rasa penasaran mendorongku melangkahkan kaki ke arah pintu. Dua langkah lagi rasa penasaranku akan segera hilang. Sekarang satu langkah lebih dekat.
Tiba-tiba dari belakang suara seseorang yang sangat kukenal memanggilku. Dia berada di belakang sambil melambaikan tangan.
"Gilang, Gilang jangan ke sana."
Aku masih heran dengan maksudnya. Samar-samar aku mengamati wajah itu, ternyata Cili. Bukankah dia masih marah dengan sikapku ?
"Kenapa jangan ke sana," aku menunjuk pintu putih berkilau itu.
"Aku kangen kamu, jadi kamu ke sini aja Lang," Cili tersenyum ke arahku.
Tentu saja aku berlari laksana chetaah, mendekati Cili dengan begitu semangat. Cili melebarkan kedua tangan memasang posisi untuk memeluk. Aku semakin mempercepat laju lari, ingin segera menyambut pelukan Cili. Hanya berjarak satu langkah tiba-tiba saja aku tersandung sesuatu dan semuanya berubah.
Tak ada pintu berkilau, tak ada juga lantai berwarna putih, yang ada hanya wajah sendu mamah. Aku mendengar mamah berbicara sesuatu hal, di sampingnya ada sosok Romeo yang memamerkan wajah yang tak jauh berbeda dengan mamah. Di belakang Romeo, seseorang berpakaian putih abu sedang terisak-isak.
Yeayy... Siuman..
ReplyDelete