Bagi seorang perempuan, penantian ialah hal paling mendebarkan. Terselip rasa takut bahwa yang dinanti tak menepati janji bahkan dia lupa dengan ikrarnya sendiri. Sudah empat tahun sejak peristiwa itu, pertama kali dia mengucapkan janji setia untuk selalu bersama, berbagi segala rasa dalam bahtera rumah tangga.
Kala itu terlalu dini bagi remaja yang baru lulus SMA untuk membicarakan pernikahan, tapi tidak dengan dia. Di akhir masa putih abu, raut wajahnya berubah serius. Tak biasanya dia memasang mimik seperti itu. Harus diakui sebenarnya diri ini menitipkan rasa pada sosoknya. dia lelaki humoris dengan bakat luarbiasa termasuk keahlian meluluhkan hatiku.
"Rida, sejujurnya sejak lama aku menaruh suka kepadamu," Wajahnya mantap berkata.
Aku hanya menampilkan pipi yang memerah dihadapannya.
"Tapi seminggu kedepan, kita tidak bertemu seleluasa ini. Sejak lama aku mempersiapkan diri agar diterima Al-Azhar, Mesir dan alhamdulilah cita-cita tergapai. Tinggal satu hal yang ingin aku pastikan. Menjadikanmu sebagai pelengkap kalbu. Namun sebelum itu kita harus sama-sama memantaskan diri salah satunya dengan pendidikan. Sepulang dari Mesir nanti aku akan menikahimu." Sembari diiring senyum.
Aku termenung setelah ia berkata itu, di sisi lain bahagia ternyata cintaku berbalas, tapi ada keraguan apakah diri ini kuat menahan berbagai jenis rindu di saat raga tak bisa bertemu.
"Jika di sela-sela penantian. Ada sosok pria yang Rida sukai. Silakan saja. " Wajahnya nampak bersedih.
"Tidak, aku ingin menanti kamu."
Kata yang kuucapkan selalu dijaga walau terpaan cobaan begitu dahsyat menghantam diri. Sempat datang beberapa lelaki ingin menjalin kasih denganku. Aku teguh menolak mereka. Menunggu seseorang yang sehari lagi akan kembali. Di masa penantian aku dengannya sibuk menata diri, tak terlalu sering komunikasi.
Bandara Soekarno-Hatta menjadi saksi sepasang manusia yang tak sabar untuk saling bertatap muka. Aku tak sabar ingin bertemu dia yang baru. Dia yang akan menjadi imamku. Sosok lelaki yang menenteng sesuatu melambaikan tangan kepadaku, ia tidak datang sendirian.
"Assalamu'alaikum Rida, kau tidak berubah tetap memesona." Katanya sembari menatapku.
Aku kembali membalas dengan wajah memerah persis seperti empat tahun lalu.
"Walaikumsalam, kamu datang bersama siapa ? Sembari melirik beberapa orang di dekatnya."
"Aku datang bersama anak."
Aku diam seribu bahasa. Mencerna kata yang baru saja ia lontarkan. Apakah ini mimpi ? begitu teganya dia mengkhianati janji.
"Eh jangan melamun, aku bawa anak kucing untuk kamu, kan kamu suka kucing anggora. Jangan khawatir aku akan menepati janji, seminggu dari sekarang kita menikah. Mereka teman-temanku, ngotot sekali ingin bertemu gadis yang selalu kuceritakan.
Bersamamu, aku selalu merasa menjadi Cleopatra. Diistimewakan dengan berbagai rasa cinta. Kamu jahat telah membuatku jatuh cinta sedalam ini.
Kala itu terlalu dini bagi remaja yang baru lulus SMA untuk membicarakan pernikahan, tapi tidak dengan dia. Di akhir masa putih abu, raut wajahnya berubah serius. Tak biasanya dia memasang mimik seperti itu. Harus diakui sebenarnya diri ini menitipkan rasa pada sosoknya. dia lelaki humoris dengan bakat luarbiasa termasuk keahlian meluluhkan hatiku.
"Rida, sejujurnya sejak lama aku menaruh suka kepadamu," Wajahnya mantap berkata.
Aku hanya menampilkan pipi yang memerah dihadapannya.
"Tapi seminggu kedepan, kita tidak bertemu seleluasa ini. Sejak lama aku mempersiapkan diri agar diterima Al-Azhar, Mesir dan alhamdulilah cita-cita tergapai. Tinggal satu hal yang ingin aku pastikan. Menjadikanmu sebagai pelengkap kalbu. Namun sebelum itu kita harus sama-sama memantaskan diri salah satunya dengan pendidikan. Sepulang dari Mesir nanti aku akan menikahimu." Sembari diiring senyum.
Aku termenung setelah ia berkata itu, di sisi lain bahagia ternyata cintaku berbalas, tapi ada keraguan apakah diri ini kuat menahan berbagai jenis rindu di saat raga tak bisa bertemu.
"Jika di sela-sela penantian. Ada sosok pria yang Rida sukai. Silakan saja. " Wajahnya nampak bersedih.
"Tidak, aku ingin menanti kamu."
Kata yang kuucapkan selalu dijaga walau terpaan cobaan begitu dahsyat menghantam diri. Sempat datang beberapa lelaki ingin menjalin kasih denganku. Aku teguh menolak mereka. Menunggu seseorang yang sehari lagi akan kembali. Di masa penantian aku dengannya sibuk menata diri, tak terlalu sering komunikasi.
Bandara Soekarno-Hatta menjadi saksi sepasang manusia yang tak sabar untuk saling bertatap muka. Aku tak sabar ingin bertemu dia yang baru. Dia yang akan menjadi imamku. Sosok lelaki yang menenteng sesuatu melambaikan tangan kepadaku, ia tidak datang sendirian.
"Assalamu'alaikum Rida, kau tidak berubah tetap memesona." Katanya sembari menatapku.
Aku kembali membalas dengan wajah memerah persis seperti empat tahun lalu.
"Walaikumsalam, kamu datang bersama siapa ? Sembari melirik beberapa orang di dekatnya."
"Aku datang bersama anak."
Aku diam seribu bahasa. Mencerna kata yang baru saja ia lontarkan. Apakah ini mimpi ? begitu teganya dia mengkhianati janji.
"Eh jangan melamun, aku bawa anak kucing untuk kamu, kan kamu suka kucing anggora. Jangan khawatir aku akan menepati janji, seminggu dari sekarang kita menikah. Mereka teman-temanku, ngotot sekali ingin bertemu gadis yang selalu kuceritakan.
Bersamamu, aku selalu merasa menjadi Cleopatra. Diistimewakan dengan berbagai rasa cinta. Kamu jahat telah membuatku jatuh cinta sedalam ini.
Aku jg suka kucing a'
ReplyDeleteIiiihhhh... Kena deh aku..
ReplyDeleteAmpun dah, kena juga saya. Kirain apaaa..
ReplyDeleteahahahaha
ReplyDeletemau anak kucingnya
ReplyDeleteHahahaha, udah deg deg an aa
ReplyDeletewkwkw.. jadi inget spanduk yg di air mancur pas demo kemaren.. tulisannya : Ahok, kamu jahat :D
ReplyDeleteLama gk singgah blog ini. Makin keren aja Aa.
ReplyDelete