Ketika
Inggris dipimpin perdana menteri Tony Blair, ia menegaskan tiga prioritas
pemerintahannya saat itu ialah “ Pendidikan, Pendidikan dan Pendidikan”,
Inggris percaya bahwa pendidikan mampu mengantarkan negaranya berjaya di abad
21. Puluhan tahun setelah itu tanah
Brinatia raya kembali berjaya, terbukti dengan digdayanya Universitas Oxford
dan Cambridge yang menjadi magnet jutaan manusia untuk berlomba menjadi mahasiswanya.
Di
belahan bumi lain tepatnya negeri sakura, Jepang. Pendidikan menjadi prioritas
utama bahkan dari puluhan tahun lalu. Ketika Jepang kalah dalam perang dunia
kedua, Kaisar Hirohito pernah bertanya tentang jumlah guru yang tersisa. Ia
tidak bertanya berapa bangunan roboh, ia juga tidak bertanya berapa kas negara
tersisa. Sang Kaisar hanya bertanya jumlah guru yang tersisa.
Terdapat
benang merah yang sama antara pemikiran Kaisar Hirohito dan Perdana Menteri
Tony Blair, Mereka memiliki sudut pandang sama bahwa pendidikan ialah pondasi
suatu bangsa. Membangun negara tak hanya butuh alat-alat baja, membangun negara
tidak juga berpatokan dari besarnya pendapat perkapita, membangun negara
diawali dari mempupuk pondasi bernama pendidikan. Lalu bagaimana dengan nasib
negeri kita tercinta, sudahkah memprioritaskan pendidikan sebagai unsur utama
pembangun bangsa ?
Anggaran
pendidikan dalam APBN Indonesia menyentuh angka 20 %, persentase yang cukup
untuk membangun Nusantara tapi dalam penerapannya maasih banyak cela yang harus
segera diperbaiki, terutama pendidikan di tapal batas. Perbatasan ialah etalase
Indonesia di mata negara tetangga. Jangan sampai orang di ujung republik ini
terkikis rasa nasionalis karena pemerintah terkesan mengacuhkan mereka. Contoh
nyata adalah Sebatik. Suatu pulau di kabupaten Nunukan, Kalimantan utara.
Orang
di ujung republik, jangan sampai menjadi suatu kalimat memilukan untuk saudara
kita yang berada di perbatasan Malaysia. Sarana dan prasana pendidikan di sana
dalam kondisi memilukan. Sekolah di Sebatik hampir sama dengan kondisi
sekolah-sekolah di tapal batas lainnya, Kuantitas serta kualitas masih
terbatas. Banguna sekolah yang hampir rubuh menjadi pemandangan biasa sekalipun
semangat belajar anak-anaknya di sana tergolong luarbiasa. Mereka harus
menempuh puluhan kilometer untuk sampai di sekolah. Di setiap kecamatan hanya
terdapat beberapa sekolah dasar, dan kurang dari 10 sekolah untuk satu pulau
Sebatik. Meskipun dalam kondisi keterbatasan, semangat belajar mereka tidak
pernah terkikis. Di kepulauan yang kaya dengan komoditas lautnya, mereka
berjuang memetik impian lewat pendidikan.
Peran
pemerintah diharapkan hadir untuk memfasiltasi orang-orang luarbiasa di ujung republik
tercinta. Pemerintah ada untuk menuntaskan janji bahwa setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Jangan mematahkan semangat belajar
mereka dengan segala keterbatasan yang ada. Kita harus percaya kelak Indonesia
akan menjadi negara digdaya asalkan pendidikan menjadi prioritas utama.
Setujuuu...
ReplyDeleteaku sepatuuuuu...
ReplyDeleteMasyaAllah, luar biasa, ka Gilang.
ReplyDeletePingin bisa nulis macam ni. Tapi agaknya perlu baaanyaaak belajar dan membaca lagi. Hehe
setuju...
ReplyDeletesetujuuuu
ReplyDelete