Hai pembaca. Selamat datang di cerbung jarak. Jika ada yang belum membaca jarak bagian sebelumnya tinggal klik
Jarak bagian kesatu
Jarak bagian kedua
Jarak bagian ketiga
jarak bagian keempat
Jarak bagian kelima
Jarak bagian keenam
Jarak bagian ketujuh
Jarak bagian kedelapan
Jarak bagian kesembilan
Selamat membaca
Jarak bagian kesatu
Jarak bagian kedua
Jarak bagian ketiga
jarak bagian keempat
Jarak bagian kelima
Jarak bagian keenam
Jarak bagian ketujuh
Jarak bagian kedelapan
Jarak bagian kesembilan
Selamat membaca
Pendidikan, ujung tombak kemajuan bangsa itulah ucapan andalan
Jama yang dikatakan kepada Gilang dan Teguh. Gilang pernah berada di titik
terendah, ia hampir kehilangan semangat sekolah. Kondisi ekonomi menjadi alasan
utama. Saat itu ibunya sakit sehingga tak mampu berdagang. Kondisi ayahnya pun
jauh mengenaskan, Infeksi paru menyerang tubuhnya. Batuk disertai darah sering
Gilang lihat walaupun ayahnya kukuh menyembunyikan.
Tanpa
sepengetahuan orangtuannya. Gilang sering bolos sekolah, lebih memilih mengamen
seharian penuh. Mencari uang untuk membiayai pengobatan orangtuanya. Tak diduga
Jama datang, ia berbicara panjang lebar tentang impian dan pendidikan. Di
tengah pembicaraan Jama bertanya kepada Gilang.
"Lang,
cita-citamu ingin menjadi apa ketika besar nanti ?" memasang wajah
seriusnya.
"Dokter, aku
ingin menyembukan orangtuaku," Gilang menjawab diiringi tangisan.
Jama mengeluarkan
kalimat andalannya.
"Lang,
pendidikan itu pemutus rantai kemiskinan. Boleh saja kita terlahir miskin tapi
jangan sampai mati dalam keadaan miskin. Terutama miskin ilmu. Aku nggak mau
kamu berhenti sekolah. Aku mau kita mengejar mimpi bersama. Aku memang nggak
pintar dalam hal pelajaran, lebih sering mendapatkan nilai merah diraport. Tapi
aku yakin bahwa kerja keras takkan membohongi hasil. Kita kerja keras belajar
bersama. Besok pelajaran IPA loh. Itukan pelajaran favorit kamu," Wajah
Jama yang tegas kini kembali ceria dihiasi simpul tawa.
Gilang mengangguk
tanda setuju dengan Jama. Sejak kejadian itulah mereka selalu bersama. Gilang
tetap mengamen ditemani Jama. Mengamen seusai pulang sekolah.
Seolah keadaan
berbalik. Kali ini Gilang tidak melihat Jama di sekolah. Mungkinkah ia
kehilangan semangat belajar ? Seketika pikiran itu ditepis. Bukankah Jama yang
paling rajin. Mungkin saja ia masih memikirkan kejadian semalam. Alasan paling
logis datang ke otak Gilang.
Gilang mengajak
Teguh dan Fika untuk pergi ke rumah Jama. Melihat apakah dia baik-baik saja.
Dalam perjalanan sesekali Teguh bercanda bahwa Jama tidak sekolah karena lupa
hari. Seperti yang dilakukan Teguh. Memutuskan tidak sekolah karena di
kalendernya hari minggu. Ia kurang teliti kalender yang dipercayainya sudah
kadaluarsa lima tahun lalu.
Gilang sama sekali
tak tertawa dengan cerita Teguh. Meskipun dulu ia sempat terbahak-bahak ketika
mendengar Teguh tidak sekolah gara-gara salah melihat kalender. Fika yang baru
mendengar cerita Teguh hanya tersenyum.
Gubuk yang
bentuknya tak lebih bagus daripada milik Gilang, memperlihatkan Seseorang berseragam
yang sedang melamun.
"Itu
Jama," teriak Gilang sembari berlari menghampiri. Diikuti oleh Teguh dan
Fika.
Tatapan Jama
kosong menyiratkan beban di kepala begitu besar. Gilang tak banyak bertanya
begitu pun dengan Teguh dan Fika.
"Joni,
ditangkap preman Lang," suara Jama memecah keheningan.
"Preman yang
semalem ?" ekpresi kaget tak bisa Gilang sembunyikan.
"Iya Lang,
mereka mencari kita. Waktu berangkat sekolah. Aku lihat Joni didatangi tiga
preman. Mereka mencari kita, Lang. Dia ditangkap karena mereka tahu Joni teman
kita. Beruntung aku berada di belakangnya. Masih sempat memutar arah kembali ke
rumah," Jama tampak panik sekali.
Joni, teman satu
sekolah mereka. Hanya saja ia tidak naik kelas tahun lalu. Tak jauh beda dengan
Gilang, Jama dan Teguh. Joni pun sepulang sekolah selalu mengamen.
Asap rokok
mengepul. Tiga pria kekar merasa paling perkasa. Melingkari bocah kecil yang
sedari tadi menangis. Kesebelas kalinya titik terpanas rokok ditekankan ke
kulit Joni. Dia merintih kesakitan. Dengan suara terbata-bata akhirnya Joni
memberitahukan alamat rumah Jama dan Gilang.
Oh tidaak..! tamatlah sudah ketenangan jama dan gilang. Semoga yg di infokan joni adalah alamat palsu.
ReplyDeleteAaarrrggggghhhh.... Semoga jama dan gilang sudah mempersiapkan sesuatu.
ReplyDeleteAduuuhhh, bagaimana nasib gilang dan jama nanti?
ReplyDeletemakin seru.. :)
ReplyDeleteAku tertipu. -_-
ReplyDeleteBenar-benar penuh emosi. Sedih, tegang, sampai sempat-sempatnya terkekeh.
Gilang dan Jama harus meninggalkan rumah. :(
Cepat lapor Pak Polisi!
ReplyDeleteKasihan.
Kasihan si joni...
ReplyDeleteEh kasihan Joni...
ReplyDeleteJama dan Gilang gimana nasibnya? Duh...
Kisah kisah anak anak seperti ini sungguh menyedihkan
ReplyDelete