Jarak adalah cerita bersambung. Bagian sebelumnya dapat dibaca dengan cara mengklik "Jarak 17"
Soleh terkapar menatap kebingungan ke arah mandornya. Sakit
menyesakan terasa diperut. Ia tak tahu apa yang menjadi alasan Pak Adnan
memukulnya. Bosnya masih menatap dengan galak tak sedikit pun rasa bersalah
mampir ke relung hatinya.
"Hey, Soleh didik anakmu itu agar tahu
batasannya," Tatapan kebencian mengarah tajam.
"Saya tidak mengerti apa yang Bapak katakan,"
tatapan heran tercermin di wajah Soleh.
"Anakmu itu sok jagoan. Memukul anakku hingga
pingsan," Geram Pak Adnan tidak bisa lagi disembunyikan.
"Sungguh saya tidak tahu Pak. Dengan rasa hormat saya
meminta maaf sebagai Ayahnya Gilang," Sembari terduduk Soleh berkata
lirih.
"Pukulan tadi sebagai peringatan untuk kamu dan
anakmu. Kalian harus tahu batasan."
"Baik Pak sekali lagi saya minta maaf."
"Kamu pergi sana bekerja lagi. Ingatkan anakmu,"
Pak Adnan berbalik melangkah pergi menaiki mobil mewah.
"Baik Pak," Soleh berkata pelan sembari menatap
punggung Pak Adnan.
Dalam hati Soleh ingin sekali membela anaknya. Membalas pukulan
Pak Adnan namun itu terlalu berisiko. Dengan mudah ia bisa dipecat bahkan
dipidanakan Bosnya. Soleh tidak mau Nina dan anak-anaknya bersedih. Tak apalah
ia menelan sendiri penghinaan menyakitkan ini.
Soleh sangat tahu sifat-sifat anaknya. Tak mungkin Gilang
memukul seseorang tanpa alasan. Anak sulungnya lebih memilih berdiam diri
daripada menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Namun jika
seseorang menghina keluarganya Gilang akan murka. Ketika marah tak ada
seseorang pun yang menyangka. Wajah teduhnya berubah memerah.
**
Gilang pulang ke rumah memasang wajah lesu di sampingnya
berdiri Bu Mey yang mengantarnya pulang sekaligus ingin bertemu Ibunya Gilang.
Nina teman lama Bu mey semasa kuliah.
Nina sudah 30 menit berada di rumah. Dagangannya sisa
banyak hanya beberapa orang yang membeli jualannya. Sungguh sangat berbeda
dengan 15 tahun lalu. Dulu Nina seorang mahasiswi jurusan pendidikan sahabat
karib Bu mey, Guru Gilang kini.
Ucapan salam mengalir halus dari mulut Bu Mey. Dibukalah
pintu oleh Nina. Beberapa saat ia termenung melihat Mey. Sudah enam bulan
semenjak Ia menangis memohon Mey agar mendidik anak sulungnya.
Pelukan hangat Mey dibalas Nina. Sahabat karib semasa
kuliah bertemu kembali. Melepas haru dengan keadaan berbeda. Gilang nampak
heran. Kenapa Bu Mey sangat akrab dengan Ibunya. Pikiran itu seketika hilang.
Gilang lebih fokus memikirkan perbuatan yang telah ia lakukan di sekolah tadi
pagi.
Memukul Adli, anak seorang ketua komite sekolah bukan
perkara sederhana. Adli anak orang paling kaya di daerahnya. Tentu saja Gilang
tahu itu. Tapi siapapun Adli tak akan Gilang biarkan menghina keluarga. Siapa
pun akan ia lawan jika menyangkut harga diri orang yang ia cinta. Memang
keluarganya miskin tapi kemiskinan bukan alasan untuk melegalkan hinaan
semaunya mereka.
Nina menyuruh Gilang untuk mengasuh keduanya adiknya.
Memintanya pergi karena ada hal penting yang akan Bu Mey ceritakan.
"Bu Nina," wajah Bu Mey terlihat serius.
"Sudahlah Bu Mey. Panggil saja saya Nina," Ibu
Gilang tersenyum menatap teman lamanya.
"Kamu sendiri memanggil saya Ibu, Nina si gadis
cerdas," kali ini Bu mey memasang senyum.
"Sudahlah, perjalanan hidup mengajarkanku banyak hal
Mey. Julukan itu tertinggal jauh di masa lalu."
"Tapi engkau masih sosok yang sama Nina. Seseorang
yang tangguh. Pantaslah Gilang itu anak kau. Engkau dulu paling tak suka dihina
apalagi menyangkut orang yang kau cinta. Soleh misalnya." Mey tersenyum
mengajak Nina mengenang masa lalu.
"Aku sekarang berbeda Mey. Tak lagi tangguh. Sekarang
aku pasrah menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan. Mungkin ini hukuman karena
dulu aku tak menuruti kemauan orangtua."
Mey tersenyum getir. Curhatan Nina 15 tahun lalu kembali ia
ingat. Misinya menceritakan sikap Gilang di sekolah terlupakan.
Bu mey baik banget yahh... Persahabatan sejati mesti sudah banyak yang berubah.
ReplyDeleteItu satu paragraph sebelum paragraph akhir yg berbunyi " aku sekarang berbeda Nina." Nina harusnya mey bukan ya?
ReplyDeleteIkut haru baca paragraf2 akhir...
ReplyDeletePersahabatan..tak lekang zaman
ReplyDeleteBagaimana ceritanya Nina bisa jadi seperti sekarang? Sediih
ReplyDeleteMbrebes mili baca episode ini Lang.
ReplyDeleteKalau gilang tau ttg keluarga ibunya bagaimana ya? Pasti seru tuh.
ReplyDeleteBisa gigit jari bapaknya Adli nanti. Gantian ditonjok sama kakeknya gilang. Hehehe.😀😀