Hai pembaca. Selamat datang di cerbung jarak. Jika ada yang belum membaca jarak bagian sebelumnya tinggal klik
Suasana sekolah sedikit berbeda kali ini. Gilang yang
sedari tadi mengangkat kerah baju Adli, kini positif berada di puncak marah.
Jantungnya berdetak lebih kencang. Wajah merah menyala.
Mata melotot seolah akan meloncat dan melumat Adli.
Belum pernah Teguh dan Jama melihat Gilang semarah itu.
Setajam apapun mulut orang lain menghinanya ia berusaha tetap sabar.
Terkadang mereka berdua heran terbuat dari apa hati Gilang.
Pernah sewaktu hari, ketika mereka beristirahat di samping trotoar jalan.
Seorang bocah melintas seperti kilat membuang tisu dengan balutan lendir hidung
tepat mengenai wajah Gilang.
Teguh berujar "Nggak punya sopan santun tuh manusia.
Buang sampah di muka orang."
"Aku kejar Lang," Jama melangkahkan kaki sembari
mengepal tangan.
"'Udah Jama, biarin aja. Aku nggak kenapa-kenapa
kok," Gilang tersenyum.
Gilang yang mereka lihat kali ini sungguh berbeda.
Kesabarannya sudah jebol diterobos mulut sampah Adli.
"Ayo Lang, pukul aku. Katanya kamu hebat ?" Wajah
memuakkan Adli kembali menyulut emosi.
"Ah pecundang. Dasar anak kuli bangunan," Adli
tersenyum bangga.
Gilang melepaskan pegangan tangan dikerah baju Adli.
Bersiap mengambil ancang -ancang melancarkan pukulan.
"Puuuuk," Pukulannya kena tapi bukan mengenai
Adli. Tangan Jama tangkas memegang pukulan penuh kemarahan Gilang.
Hanya berjarak dua meter. Adli tertawa melihat amarah
Gilang yang sedang menyala tertahan oleh temannya sendiri.
"Dasar bebek-bebek miskin. Nggak punya nyali. Nyalinya
cuma buat ngutang.
Contohnya orangtua
kalian yang hutanganya setumpukan gunung." Adli berkata begitu jumawa.
Memang benar hampir
semua orang yang keterbatasaan ekonomi meminta pinjaman ke Pak Adnan, ayahnya
Adli.
Gilang hanya bisa menunduk beberapa detik. Meratapi
perkataan Adli. Seketika ia melesat tak sempat ditahan Teguh dan Jama.
"Puuuug," pukulan keras mengenai Adli. Darah
segar mengalir dari hidungnya.
Suasana kelas berakhir rusuh. Adli pingsan sebelum
mengucapkan kata ancaman. Tak perlu menunggu lama Bu Mey akhirnya tiba.
Waahh..jebol juga pertahanan Gilang. Sukses dah buat nyentil hidung si Adli. 😀😀😀
ReplyDeleteRasain tuh adli
ReplyDeleteRasain tuh adli
ReplyDeleteRese sih Adli....
ReplyDeleteHahaha pukulan sekali pingsan... hmm
ReplyDeletenyebelin juga adli tuh
ReplyDeletesepertinya nggak pernah di ajari sopan santun terhadap orang
bubar, bubar, semuanya kembali ke tempat duduk masing-masing.
ReplyDeleteKarena Bu Mey sudah datang..
Semoga Bu Mey gak salah paham tentang apa yg baru saja terjadi.
Cerita ini mengingatkan masa muda saya, ketika masih berbaju putih abu-abu aa.
ReplyDeleteMenyentuh ...
Awas... gilang marah besar
ReplyDeleteAwas... gilang marah besar
ReplyDelete