Hai pembaca. Selamat datang di cerbung jarak. Jika ada yang belum membaca jarak bagian sebelumnya tinggal klik
Selamat membaca
Di tempat lain, Fika menangis terisak-isak. Menatap nanar
puing-puing sisa kebakaran hebat. Sebulir air bening menetes perlahan.
Beberapa menit setelahnya isaknya semakin keras. Polisi
berusaha menenangkan bahwa penjahatnya akan di hukum berat. Perkataan polisi
tidak Fika hiraukan. Suara tangisnya naik beberapa oktaf. Ibu Fika menghampiri
sembari memeluknya kemudian berbisik
"Setidaknya kamu sudah merawatnya dengan baik,"
tangisan Fika perlahan mereda. Pelukannya semakin erat. Malam penuh airmata
menemukan titik lelahnya.
Beberapa jam lalu, di tempat berbeda. Bocah yang sedari
tadi berlari telah kehabisan tenaga. Joni pingsan setelah mengetuk pintu. Jama
keluar menatap Joni dengan ribuan pertanyaan. Sontak Jama berteriak
"Toloooooong,"
Keluarga Jama menghampiri sumber suara. Memapah Joni untuk
beristirahat di dipan rumahnya. Mereka menunggu dengan cemas. Beberapa saat
setelahnya Joni mulai berangsur siuman berkata terbata-bata.
"Jama, Kamu dan Gilang dalam bahaya. Preman itu akan
mengejar kalian," Jama perlu beberapa saat memahami suara terbata-bata
temannya. Sebelumnya akhirnya mengerti.
"Sebaiknya kamu istirahat saja dulu Jon,"
sebenarnya Jama ingin sekali mendengar kelanjutan cerita Joni, namun dirinya
terlalu iba melihat kondisi temannya yang penuh luka.
"Aku kabur dari sekapan mereka setelah memberitahukan
sesuatu. Aku telah...," Tetiba Joni kembali kehilangan kesadarannya.
Di tengah puing sisa kebakaran. Fika duduk termenung
didampingi Ibunya. Sudah sejak lama Ibunya berkata agar ia segera pulang. Namun
kali ini Fika terlihat emosional sesuatu hal berharga harus ia melepas begitu
saja. Garis police line sudah tuntas
melingkari lokasi pembakaran. Kali ini polisi berusaha membujuk gadis kecil itu
untuk segera pulang. Gagal dan gagal, bujukan semanis apapun tak meluluhkan
hati Fika.
"Fika, pulang yuk ? Besok kita sekolah," suara
seseorang membuat Fika melirik.
"Gilang, Kamu di sini ?"
"Iya, tadi aku di suruh Ibu membeli obat. Adikku
sedang sakit panas. Katanya ada
kebakaran di dekat rumahmu. Aku khawatir lalu pergi
kesini."
"Iya, Lang. Preman jahat itu tega membakar gubuk
tempat tiga kucing ku tinggal," Kali ini wajah sedih sangat kentara
terlihat lewat kelopak mata Fika.
Gubuk tua tanpa penghuni telah terbakar menyisakan
kepedihan mendalam untuk Fika. Joni berbohong menyebutkan gubuk tanpa penghuni
sebagai rumah Jama. Pasal percobaan pembunuhan menjadi landasan untuk
menjebloskan gerombolan preman ke dalam penjara.
Hening malam makin syahdu, Fika merenung dalam rumah.
Tetiba suara ganjil mendekatinya.
"Meooow,"
"Meooow,"
Satu kucing dewasa menghampri diikuti kedua kucing kecil
berwajah lucu. Fika kembali berseri menampakan paras tercantiknya.
Yuhuu... Joni asal ga sih nunjukin gubug itu? Tau ga sih klo itu tempat kucingnya fika??
ReplyDelete*hhee.... Napas lega dulu, semua aman.
Ternyata oh ternyata.. hehehe
ReplyDeleteHahahah, Gilaaang, gemes jadinya, lega, seneng, bukan gubuk gilang ataupun jama yg dibakar
ReplyDeleteHehehe...sesuai dengan judulnya.
ReplyDeleteSyukurlah.lega membacanya
ReplyDeleteHumornya itu loh yang bikin betah ngikutin ceritanya.
ReplyDeleteserasa didorong ke parit, habis itu di tangkap sebelum jatuh beneran. hehehe
Huuuaa kirain gubuk gilang 😂 hmmm ini penulisnya kece niih 😀
ReplyDelete