Kemajuan peradaban manusia melesat dengan kecepatan
luarbiasa. 10 tahun lalu orang masih awam dengan kata internet, namun kini dari tua hingga muda hampir semua tahu seperti
apa jejaring dunia maya itu. Banyak orang menggantungkan kegiatannya melalui internet. Di zaman kekinian berdagang
melalui dunia maya adalah hal biasa.
Tak terhitung manfaat yang dirasakan sejak kemunculnya.
Dari memudahkan hingga melenakan. Layaknya pisau dengan sisinya tajamnya. Media
yang mendatangkan informasi tak terkendali. Keran globalisasi mengalir deras.
Budaya luar yang tak sesuai dengan landasan islam perlahan menggerogoti
generasi muda indonesia.
Kemudahan mengakses media sosial melaui smartphone menambah alasan untuk semakin
berleha-leha. Asyik memang ketika berbincang-bincang dengan ratusan teman baru
di layar semu. Jika tak bijak menyikapi kemajuan zaman, terutama dalam bidang
teknologi mampu melenakan berbagai hal bahkan perintah Tuhan sekalipun.
Perkembangan teknologi tak mengenal batas teritori. Bukan
hanya orang perkotaan saja yang mampu merasakan manisnya kemajuan teknologi
melalui kemudahan mengakses dunia maya melalui smartphone di tangan. Tak kalah
anak muda yang berada di daerah pedesaan dapat merasakan hal yang sama.
Teknologi tak ubahnya pisau. Mampu menjadi kemajuan
bermanfaat selagi digunakan orang yang tepat, tapi akan berbahaya di tangan
orang-orang yang tak bisa menggunakannya.
Di daerahnya yang terletak 40 Kilometer dari pusat kota
Bandung. Kemajukan teknologi memiliki sisi negatif dalam pembelajaran ilmu
agama di daerahnya. Sering sekali dijumpai beberapa ibu-ibu menjemput anaknya
yang sedang bermain di warnet. Susah sekali mengingatkan waktu mengaji jika
sang anak sudah terlela dengan kemajuan teknologi berupa game online. Tak hanya sampai di situ. Efek negatif lain ketagihan internet menyeret kebiasaan-kebiasaan
baik berupa Tilawah dan kajian ilmu keagamaan.
Di daerah Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat. Minat
generasi muda mendalami ilmu agama tidak sederas 10 tahun lalu. Dulu sangat
mudah menemukan anak muda yang berduyun-duyun pergi ke masjid untuk mengaji
serta mendengarkan ceramah, namun kini hanya beberapa saja. Kebanyakan anak
muda nongkrong dengan gadgetnya.
Tanda bahaya ketika ilmu agama mulai ditinggalkan generasi
mudanya. Teralihkan teknologi yang perlahan menghayutkan. Tujuan utama
teknologi lahir ke dunia adalah memberikan kemudahan dalam melakukan pekerjaan,
namun kebanyakan menjadi bumerang. Fenomena generasi nunduk, terpaku pada smartphone canggihnya hingga kegiatan
penting seperti mempelajari ilmu agama perlahan ditinggalkan. Sungguh miris
memang.
Desa Cikalong yang jauh dari hegemoni perkotaan pun terkena
dampak buruk teknologi. Ilmu agama tidak menjadi komoditas favorit untuk
dipelajari. Permainan game online serta media sosial telah digunakan secara
salah, mengakibatkan mengikisnya nilai keagamaan yang satu paket dengan
lunturnya moral.
kemudahan media sosial tak jarang di manfaatkan untuk
melakukan perbuatan di batas moral agama. Tidak terbayang jika dalam lingkup
pedesaan pun lunturnya nilai agama sudah sedemikian parahnya apalagi
dilingkungan perkotaan yang dengan mudah mendapatkan askes kebebasan.
Nilai-nilai agama seperti tembok yang kokoh, menghadang
berbagai budaya asing dengan karakter negatif. Namun sayang kemajuaan teknologi
tidak digunakan secara bijak sehingga dengan mudahnya masuk budaya asing yang
merusak moral generasi negeri.
Nilai-nilai keagamaan dan teknologi seharusnya berjalan
beriringan saling bahu membahu memperbaiki generasi muda. Karena agama adalah obat
paling efektif mengatasi degradasi moral.
Kisah Jarak nya mana?
ReplyDeletedgn kata lain, perkembangan teknologi adalah ujian berat..
ReplyDeleteIya... Mana cerbungnya Aa??
ReplyDelete